Bab III – Juru Ketik Partikelir

7 May 2020


Yang muda lari ke kota
Berharap tanahnya mulia
Kosong di depan mata
Banyak asap di sana
Efek Rumah Kaca – Banyak Asap di Sana

Tak lama setelah saya dan ribuan orang lainnya mengenakan jubah hitam dengan topi konyol berbentuk segi lima, saya pintah ke Jakarta. Beruntung, saya tak harus menunggu lama untuk dapat merasakan pertambahan rekening pertama beberapa pekan setelah saya wisuda. Malah sebenarnya, saya sudah mendapat tawaran pekerjaan sebelum wisuda. Ada dua perusahaan di Jakarta menginginkan jasa saya (terdengar menggelikan, hahaha).

Pada hari yang sama, dua perusahaan mengharuskan saya menandatangani kontrak. Saya harus memilih antara pilihan menjadi wartawan olahraga dan penulis konten kreatif. Pilihan yang berat dari variabel pekerjaan. Selain alasan tak punya sepeda motor, pilihan wartawan saya coret, ditambah lagi dari variabel finansial, saya mantap memilih menjadi penulis konten kreatif (iya, gajinya lebih manusiawi).

Hari pertama kerja saya datang dengan pakaian yang rapi. Untung saja sebelum wisuda saya sudah memangkas rambut, dari sepunggung menjadi pria normal pada umumnya. Orang yang mewawancarai sekaligus akan menjadi kolega satu divisi mengantar saya berkeliling ruangan kantor. Saya dikenalkan pada pemilik perusahaan.

“Pak, ini content writer yang baru,” kolega membuka percakapan dengan bos. Saya menjulurkan tangan untuk memperkenalkan diri. Si bos menunjukkan ekspresi air muka yang senang dan heran. Saya rikuh mendapat pandangan seperti itu.

“Lo lulusan mana?” tanyanya.
“UGM, Pak. Jurusan ekonomi.”
“Oh, suka nulis ya?”
“Iya, Pak.”
“Bagus.”

Ketika saya pikir percakapan introduksi tersebut sudah selesai, bos memanggil saya.

“Fikri! Sini sebentar!”

“Duh, kenapa lagi?” pikir saya dalam hati. “Ada apa, Pak?”

“Lo kalau mau jadi karyawan di sini, jangan rapi kayak gitu! Di sini bebas! Masa penulis kreatif pake kemeja dan celana bahan kayak gitu. Pokoknya kalau besok masih kayak gini, lo ga usah kerja di sini lagi! Sana cari kerja di tempat lain!” ia memerintah.

“Hahaha, oke siap, Pak!” saya tertawa kecil meninggalkan ruangannya.

Mendapat bos dan atmosfer kerja yang menyenangkan akan memudahkan saya beradaptasi. Saya lihat sekeliling, ternyata memang perusahaan ini tak mengharuskan saya mengenakan kemeja untuk bekerja. Beberapa pria yang saya lihat sedang sibuk bekerja juga punya rambut yang gondrong. Kombinasi kaos dan rambut gondrong sudah membuat saya nyaman dengan kantor ini.

Saya memulai hari pertama kerja dengan perasaan yang campur aduk.

***

Leave a comment